Logo KPK
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah atas tuduhan adanya kerja sama dengan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU
Tuduhan tersebut dilayangkan tim penasihat hukum Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, yang menjadi terdakwa dalam perkara ini.
"Kami menyayangkan pernyataan penasihat hukum terdakwa tersebut. Sebagai penegak hukum yang punya peran penting, namun narasi yang dibangunnya di luar konteks yuridis," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/2).
Ali memastikan pihaknya tidak terpengaruh dengan pernyataan dari penasihat hukum Irfan itu. Dia memastikan penanganan perkara ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Kami tidak terpengaruh dengan tuduhan semacam itu. Hal ini sudah biasa, kami memastikan seluruh proses penegakan hukum di KPK tidak lepas dari aturan hukum yang harus ditegakkan dan semuanya dapat terukur dan diuji secara terbuka," kata Ali.
Selain itu, kata Ali, KPK sudah memberikan kesempatan kepada Irfan dan tim kuasa hukumnya untuk memberikan pembelaan dalam proses penyidikan. Saat ini, Irfan juga diberikan kesempatan membela di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor.
"Kami memberikan kesempatan yang sama pada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk melakukan pembelaan secara yuridis, namun bukan dengan cara serampangan membangun narasi kontraproduktif dengan penegakan hukum itu sendiri," kata Ali.
Sebelumnya, Pahrozi dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (6/2/2023), menyebut ada kecurigaan, KPK dalam memproses kasus pengadaan Helikopter AW-101 tidak bekerja secara profesional.
"KPK bekerja tidak lain karena ada suatu pesanan dari pihak-pihak tertentu. Kami memang tidak dapat menunjuk pihak-pihak tertentu yang mengendalikan KPK tersebut, tetapi kami merasakan hal itu sebagaimana fakta-fakta hukum," kata Pahrozi dalam persidangan itu.
Pahrozi merujuk salah satu fakta di persidangan, pernyataan eks Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal kerugian negara dalam pengadaan Helikopter AW-101 tidak didasarkan kegiatan investigasi/wasriksus (pengawasan dan pemeriksaan khusus).
Dia menyebut hanya ada nomor surat wasriksus, namun tidak ada hasil pemeriksaannya, serta dilakukan pada saat kontrak masih berjalan.
"Ini permufakatan jahat untuk mengkriminalisasi terdakwa serta prajurit dan institusi TNI AU. Maka secara tidak langsung menggambarkan bahwa oknum KPK dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo ingin coba-coba tidak memperdulikan hukum yang berlaku," ujar Pahrozi.
Seperti diketahui, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dituntut 15 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp117.712.972.054.
Irfan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000 atau Rp 738,9 miliar terkait pembelian Helikopter itu.
Jumlah itu berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas pengadaan helikopter ini yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31
Agustus 2022.
Tindak pidana dilakukan Irfan bersama-sama dengan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani; Direktur Lejardo, Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji; Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode Januari 2015-Januari 2017 Agus Supriatna.
Kemudian Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015-20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko; KADISADA AU dan PPK periode 20 Juni 2016-2 Februari 2017 Fachri Adamy; Asisten Perencanaan dan Anggaran (ASRENA) KSAU TNI AU periode 2015-Februari 2017 Supriyanto Basuki; dan Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU periode 2015-Februari 2017 Wisnu Wicaksono.
Irfan disebut telah memperkaya diri dan sejumlah pihak lain dari pengadaan helikopter AW-101 tersebut. Irfan memperkaya diri sebesar Rp183.207.870.911,13.
Selain itu, orang lain yang turut diperkaya adalah eks KSAU Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.
Sedangkan korporasi yang diperkaya yaitu perusahaan Agusta Westland sebesar US$29.500.000 atau senilai Rp391.616.035.000 serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar US$10.950.826,37 atau sekitar Rp146.342.494.088,87.
Atas perbuatannya, Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KEYWORD :Korupsi Helikopter AW 101 KPK Irfan Kurnia Saleh Gatot Nurmantyo